Kamu pasti pernah mengalami kejadian tidak terduga. Seperti halnya sedang berada dihalte bus tiba-tiba mengalami masalah pada perut, didalam bus tidak dapat tempat duduk, sampai macet 15 menit berasa seperti kemarau tanpa akhir. Nah aku mau share sebuah cerita, yang sebagian dari cerita ini aku alami sendiri dan sebagian lagi adalah hiperbola.
Langsung aja, yuk!
Perutku semakin terasa sakit, tapi di shelter ini tidak ada
toilet. Aku hanya perlu menunggu sampai Trans-bus datang lalu berhenti di
terminal Jombor. Aku akan pergi ke toilet disana. Aku hanya perlu tenang dan
jangan panik. Butuh waktu 30 menit untuk sampai di terminal Jombor dari shelter
ini, itu pun belum aku hitung waktu transitnya disetiap shelter. Sepertinya
bulir-bulir keringat semakin banyak yang keluar di dahiku. Aku lihat jarum jam
ditanganku tidaklah bergeser sedikitpun, satu menit terasa lama. Aku perlu
mengalihkan sakit ini. Aku buka smartphone dan memakai headset kemudian memainkan lagu-lagu yang bisa membuatku lebih
tenang.
Satu lagu berlalu, busnya datang. Sial! Umpatku dalam hati.
Tidak ada tempat duduk, itu berarti aku harus berdiri selama 30 menit dengan
perasaan mulas. Semoga aku baik-baik saja. Aku masuk dan memilih tempat yang
paling strategis, yaitu didepan tepat sebelah pintu, aku berpegang pada salah
satu tiang disamping kursi penumpang. Aku ingin sekali tahu seperti apa rupaku sekarang? apakah penuh dengan keringat? atau pucat?
Heeeuu aku malu sekali, semoga tidak ada yang menyadari jika aku sedang menahan
sesuatu. Banyak rintangan lainnya yang harus aku lalui untuk sampai diterminal
Jombor. Jangan terlalu berharap jika bus ini akan berjalan dengan mulus,
terkadang si supir mengerem mendadak, itu membuatku tidak seimbang. Aku merasa
sedikit lega karena sebentar lagi sampai di shelter Condong Catur, harapanku
dishelter itu, banyak penumpang didalam sini yang akan turun lalu tidak ada
lagi penumpang yang naik, dengan begitu aku bisa duduk disalah satu kursi itu.
Di shelter Condong Catur, hampir setengah dari penumpang
dibus ini turun. Tapi penumpang yang naik untuk melanjutkan perjalanan juga
tidak sedikit. Setidaknya aku bisa duduk, sebentar saja. Bus lalu berjalan
lagi, sampai di shelter Monjali, ada seorang nenek yang masuk. Aku lihat
sekeliling tidak ada bangku lagi tersisa. Aku dilema, benar-benar dilema. Tapi
aku harus mengambil keputusan. Aku berdiri dan mempersilahkan nenek itu duduk
dikursiku kemudian aku kembali kesudut bus ini dan berdiri dipojok kursi.
Sepertinya Tuhan sedang menguji kesabaranku. Aku melihat seorang anak laki-laki
diseberang sana, sepertinya dia seumuran denganku, bedanya dia beruntung karena
mendapatkan kursi duduk tapi aku merasa prihatin karena banyak remaja jaman
sekarang yang masih belum peka terhadap lingkungannya. Saat tadi, laki-laki itu
pura-pura tidak melihat ada seorang nenek datang, disitulah aku merasa
prihatin.
Di terminal Jombor, akhirnya, setelah turun aku bertanya
kepada seorang petugas dimana letak toilet umum terdekat. Cobaan selanjutnya
adalah antrian panjang ditoilet ini. Sekali lagi aku perlu menarik napas
dalam-dalam dan bersabar. Hatiku menyuruh
bersabar tetapi tubuhku bergerak secara alami, aku benar-benar tidak tahan.
Setelah menunggu antrian itu akhirnya aku bisa masuk kedalam
toilet, ternyata permasalahan belum berhenti sampai disitu, air yang tersisa di
bak sangatlah terbatas. Sedikit. Ah, tidak peduli! Kataku dalam hati.
Setelah membayar biaya untuk ke toilet, aku segera mencari
bus yang akan berangkat ke Magelang. Beruntung karena busnya masih memiliki
kursi kosong walaupun tidak banyak, setidaknya aku masih bisa memilih salah
satu kursi didekat jendela. Kursi sebelahku masih kosong, semoga saja tidak ada
yang mengisi. Karena aku ingin tidur, aku merasa lelah sekali, menahan
segalanya dari satu jam lalu. Sekarang aku merasa lebih lega, seperti semua
beban yang aku bawa sebelumnya menghilang dan aku merasa lebih sejuk dari sebelumnya, lebih sejuk karena ac di bus ini terasa sekali.
Aku mengatur dudukku. Tasku cukup besar untuk ditaruh
diatas, tempat penyimpanan tas, jadi sebaiknya aku taruh dibawah. Hujan mulai turun. Bulir-bulir kecil mengalir
dijendela. Memang sejak di terminal Condong Catur sudah mulai mendung. Sekarang
langit pun juga sudah melepaskan butir-butir hujan. Aku teringat satu jam lalu,
aku masih bertahan dengan perutku yang melilit, aku juga sempat memiliki
butiran-butiran itu didahi. Seperti cerita pada drama-drama melow, saat sedang
duduk dipinggir jendela kemudian menikmati secangkir kopi, itulah sebuah
kenikmatan. Tapi tidak ada secangkir kopi sekarang ini. Aku jadi merasa haus,
wajar saja, sejak aku merasakan perutku melilit aku lupa membeli minum
untuk dijalan. Baiklah, lupakan secangkir kopi.
Comments
Post a Comment