Skip to main content

The Christmas Train



Malam ini aku tidak dapat tidur, mataku sama sekali tidak ingin terpejam. Diatas kasur berukuran single ini aku berbalik kanan dan kiri, entah sudah keberapa kalinya aku melakukan hal sia-sia ini. Aku menghidupkan laptop, mengecek email dan iseng-iseng membuka akun facebook, tujuanku hanya mencari artikel yang sedang booming sekarang ini, agar aku tidak terlalu tertinggal berita.
Semua artikel membahas kegiatan-kegiatan tentang artis yang tidak terlalu penting dan juga tidak akan berpengaruh besar untukku. Aku meng’klik’ tulisan ‘news feed’ dan disana, di deretan paling atas, ada sebuah nama yang tidak asing untukku, nama yang familiar selama ini yang sempat mengganggu tidur, makan bahkan seseorang yang berhasil mengobrak-abrik sesuatu yang ada didalam jiwa ini.
Malam kali ini benar-benar sepi, tidak ada suara hewan malam, yang biasanya menjadi penghantar tidurku. Mungkin karena tidak ada nyanyian malam yang biasanya di lantunkan oleh hewan-hewan  itu, yang menjadi salah satu penyebab aku tidak dapat terlelap malam ini.
Aku sudah putuskan untuk melupakan dia yang namanya baru saja aku temukan di deretan paling atas timeline. Tanpa melakukan log out pada akun, aku langsung memilih tanda silang merah di pojok kanan atas. Kumatikan laptop dan meninggalkannya begitu saja, seperti sesuatu yang telah mengecewakanku. Tidak puas dengan laptop, aku bangun menuju rak buku, mengambil buku secara acak, buku apapun itu. ‘The Christmas Train’ karangan David Baldacci. Tidak, aku tidak membacanya, aku hanya menatap lama buku itu. Aku mulai behayal, sebuah kereta berwarna merah dengan asap yang mengepul diudara. Melintasi salju tanpa rel, berjalan dengan gagah dan mulus, yang mulai melambat. Seorang anak dengan piyama beruangnya turun di persimpangan dekat jalan setapak tak jauh dari tempatku berdiri. Sang anak membawa sebuah bingkisan yang besar, hampir menutupi seluruh tubuhnya, tapi dengan senang dan wajah yang sumringah ia membawa hadiah itu tanpa ragu memasuki salah satu rumah disana. Bayangannya melalui jendela terlihat jelas, dibawah pohon natal, sang anak menaruh hadiah tersebut  disana. Lalu bayangan itu menghilang. Kereta merah tadi sudah pergi, tidak ada bekas rodanya diatas salju.
Aku teringat pada malam natal 12 tahun lalu, saat itu usiaku 8 tahun. Aku mengendap-endap keluar rumah untuk mengetahui apakah kereta merah datang menjemputku, seperti yang diceritakan oleh ayah. Aku tahu, itu hanyalah sebuah dongeng yang tidak akan menjadi sebuah kenyataan. Namun, pada saat itu aku hanyalah seorang anak yang berharap sebuah dongeng menjadi kenyataan. Sebuah kereta berwarna merah datang, berhenti di depan rumahku, menjemputku untuk membawaku ketempat dimana aku dapat bertemu dengan seseorang yang sudah lama ingin sekali aku temui. Semenjak aku dilahirkan, aku melihat bentuk dan rupanya melalui sebuah lembar foto, walau belum pernah bertemu secara langsung aku sudah merasa bahwa aku benar-benar mengenalnya. Aku ingin sekali bertemu dengannya, Ibu. Mereka bilang, ibuku meninggal setelah melahirkanku. Ayah bercerita suatu malam tentang sebuah dongeng, kereta merah yang akan membawaku  ketempat yang benar-benar ingin aku kunjungi.
Bertahun-tahun disetiap malam natal, disaat ayahku sudah tertidur, aku selalu keluar rumah untuk memastikan kereta itu datang. Tetapi, tidak ada satu pun malam yang membuktikan kereta itu muncul di depan rumahku. Sampai sekarang pun setiap malam natal, walaupun usiaku sudah mencapai 20, aku tidak pernah malu untuk selalu melakukan hal yang percuma seperti menunggu sebuah kereta merah datang untuk menjemputku.
Pada awalnya aku merasa kecewa, ditahun berikutnya aku meyakinkan diriku sendiri bahwa kereta itu memang tidak ada. Sampai tahun-tahun berikutnya, menunggu kedatangan kereta di malam natal sudah menjadi rutinitasku. Untuk mengganti kekosongan yang disebabkan oleh kereta merah, aku selalu berkhayal dengan imajinasiku.
~~~~
Sebuah kereta merah dengan gagah melaju di atas salju tanpa rel, dengan perlahan kereta itu berhenti tepat didepan rumahku. Menjemputku. Tidak ada orang lain, hanya aku sendiri. Aku membayangkan semua hal yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata. Kereta itu melaju terus dan terus. Aku diantar kesebuah tempat yang tidak pernah aku datangi sebelumnya. Terdapat sebuah pintu yang membawaku kepada seseorang yang memang ingin aku temui. Semua berlalu sangat cepat, aku hanya melihat senyumnya, aku tidak sempat memeluknya. Aku terbangun, aku dapati diriku duduk disalah satu kursi dalam sebuah gerbong kereta.
Sang masinis menghampiriku dengan membawa hadiah besar sekali. Hadiah yang hampir menutupi tubuhku jika aku menggendongnya. Dia berkata dengan percaya diri, suaranya berat “sudah sampai nak, turunlah”.
Aku turun dari kereta, langsung menuju rumahku lalu masuk. Aku taruh hadiah milikku dibawah pohon natal yang aku hias berdua dengan ayah. Aku putuskan untuk membuka hadiah itu di pagi hari, aku mematikan lampu lalu menuju kekamarku dan tidur.
Aku kembalikan lagi novel ‘The Christmas Train’ kedalam rak buku.
Aku tersenyum puas, mematikan lampu meja. Aku merasa ingin segera tertidur.

Comments

  1. Nice story mbak Cit ^^ uda jarang baca cerita yang simpel tapi menarik! Masukan dari aku, lebih bagus lagi kalo "punctuation"nya disempurain lagi :3

    ReplyDelete
  2. thankyuuu adi udah nyempetin buat baca :D thanks juga buat komen dan sarannya, besok bakal lebih baik lagi deh :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. sipsip aku tunggu cerita selanjutnya, semangat mbak!! :3

      Delete
  3. Bagus Cit tapi cerita di awal yg bagian buka laptop nggak begitu penting dan kayaknya nggak connected ke cerita selanjutnya. Mungkin kalau kamu mau menjelaskan kalau dia bosen nggak perlu detail karena aku malah jadi mikirnya kamu bakal ngebahas org yg bikin nggak bs tidur itu. IMHO. :3

    ReplyDelete
  4. HAHAHAHA iya rum, tadinya aku mau ngebahas sedikit tentang orang itu, tapi nanti ujung2nya malah jadi cinta -_____-
    tapi thanks ya saran dan masukannya :D

    ReplyDelete
  5. Sama-sama. Rapopo Cit kalau emang kamu nyamannya jadi cah cinta why not? hahaha
    That's why Bu Niken told us to make an outline and keep editing. :D Anyway, keep day dreaming! :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

TIPS MENJAGA HUBUNGAN TETAP ADEM AYEM SAAT JARAK MEMISAHKAN KAMU DENGAN PACAR

Hei hei hei ... Udah lama nih nggak nulis dan berbagi. Daaaan sekarang waktunya untuk berbagi. Seperti biasa, ini tentang cerita dan tips berdasarkan pengalam pribadi. Nah, permasalahan yang sekarang ini sedang dialami adalah LDR (Long Distance Relationship). Jadi, disini mau bagi tips buat kalian yang juga sedang berjuang mempertahankan hubungan dengan si pacar walau jarak memisahkan. Ini bakal share hal-hal yang berhasil aja, siapa tau trik itu juga berhasil buat kalian. Sooooo this is ..  TIPS MENJAGA HUBUNGAN TETAP ADEM AYEM SAAT JARAK MEMISAHKAN KAMU DENGAN SI DOI  1.        Atur waktu untuk kerja, main, dan telepon pacar Dikarenakan komunikasi adalah hal terpenting dalam menjalin sebuah hubungan, jadi penting banget buat kamu untuk mengatur waktu. Buat aku, penting banget ceritain jadwal aku dalam satu hari bakal ngapain aja. Misal nih, pagi sampai sore kerja, pulang kerja nongkrong sama temen, baru pulang ke rumah jam 9 malam. Lalu di sisa hari ak

Tidak Terlalu Beruntung

Kamu pasti pernah mengalami kejadian tidak terduga. Seperti halnya sedang berada dihalte bus tiba-tiba mengalami masalah pada perut, didalam bus tidak dapat tempat duduk, sampai macet 15 menit berasa seperti kemarau tanpa akhir. Nah aku mau share sebuah cerita, yang sebagian dari cerita ini aku alami sendiri dan sebagian lagi adalah hiperbola.  Langsung aja, yuk!  Perutku semakin terasa sakit, tapi di shelter ini tidak ada toilet. Aku hanya perlu menunggu sampai Trans-bus datang lalu berhenti di terminal Jombor. Aku akan pergi ke toilet disana. Aku hanya perlu tenang dan jangan panik. Butuh waktu 30 menit untuk sampai di terminal Jombor dari shelter ini, itu pun belum aku hitung waktu transitnya disetiap shelter. Sepertinya bulir-bulir keringat semakin banyak yang keluar di dahiku. Aku lihat jarum jam ditanganku tidaklah bergeser sedikitpun, satu menit terasa lama. Aku perlu mengalihkan sakit ini. Aku buka smartphone dan memakai headset kemudian  memainkan lagu-lagu yang bi

Cuplikan Hanna

Kursi yang usianya lebih tua dariku menjadi saksi cerita yang pernah terjadi dikamar ini, semuanya. Aku ingat, pertamakalinya aku mengizinkan Rob masuk kamar ini, usiaku masih 6 tahun saat itu. Kata pertama yang ia keluarkan adalah “wah” ia terkagum karena kamarku rapih dan penuh dengan gambar tokoh kartun favoritku serta background berwarna merah muda dikamar ini. Menurutnya kamarku benar-benar menakjubkan. Untuk membangun kamar penuh dengan gambar serta atribut lainnya yang bertemakan kartun, tentu saja aku dibantu oleh kedua orangtuaku, tak lupa kakek nenek juga ikut memberikan boneka setiap hari ulang tahunku. Aku beritahu sekali lagi, masa kecilku adalah masa yang paling menyenangkan dan yang paling aku suka. Perlahan lamunanku akan masa kecil memudar. Aku mengulangi lagi kejadian dilapangan, Rob bersama perempuan itu. Aku menghela napas, berjalan menuju kursi tua yang berada didekat jendela dan melihat keluar sana. Diujung jalan, tepatnya dipersimpangan, terdapat tiang listrik