Skip to main content

Tanpa Nama



Jauh dari kehidupan sekarang ini, disebuah gua, tempat pengasingan. Tuhan mengirim seseorang yang berani menentang takdirNya, kedalam gua tersebut.
Gua yang lembab dan gelap tanpa orang lai. Si Manusia berusaha untuk mencari jalan keluar dengan menggunakan bebatuan kecil yang ada disekitarnya. Tetapi, tetap saja tak ada satupun celah yang dapat ia temukan. Tiba-tiba sebuah bunyi dentingan lonceng sebanyak sepuluh kali berdenting memecah keheningan. Suaranya bergema dari ujung sana sampai ujung sini, memenuhi seluruh bagian gua. Dengn heran si Manusia berkeliling mencari sumber suara, namun tidak ada yang keluar atau pertanda sesuatu.
Beberapa waktu kemudian, seberkas cahaya kecil yang lama kelamaan menjadi membesar lalu keluarlah sesosok cahaya yang tidak dapat dilihat bentuk dan rupanya, hanyalah cahaya yang berkilau.
Suara seorang pria yang terdengar. “Hai nak, aku datang dari surga, tempat dimana semua manusia mendambakan kebahagiaan”.
“siapa kamu?” si Manusia tanpa rasa takut namun keheranan sambil mengangkat alisnya.
“kamu telah melawan apa yang telah ditakdirkan Tuhan untuk hidupmu, semakin kamu takut dan menyesali apa yang telah kamu perbuat maka hukumanmu semakin singkat. Jika sebaliknya, maka kamu tidak akan pernah keluar dari sini”.
“jadi ini sebuah hukuman?” ---- “iya”
“apakah kamu Tuhan?” ------- “bukan”
Keheningan mulai merayapi tubuh si Manusia hingga ia merasa dingin disekitar tubuhnya. Tiba-tiba suara tersebut berubah menjadi lebih berat dan ada sebuah ketegasan disana, “berbuatlah sesuatu yang bermanfaat untuk mempercepat hukuman ini”. Dengan cepat si lelaki ini pergi dengan seberkas cahaya. Menghilang dan meninggalkan kegelapan.
Si Manusia bertanya-tanya dengan banyak sekali kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapinya nanti.
Walaupun tempat itu gelap, si Manusia dapat melihat dengan jelas, namun hampa dan banyak sekali barang kecil seperti sampah, si Manusia berpikir pasti nanti barang tersebut bermanfaat untuk dirinya.
Si Manusia mendengar suara-suara manusia lainnya seperti suara marah, sedih, bahagia, kecewa dan juga suara-suara lainnya. Si Manusia hanya bisa mendengar tanpa bisa melihat kejadian-kejadian yang ia dengar tapi dapat memahami segalanya.
Waktu demi waktu berlalu untuk menjalani hidupnya si Manusia membuat gua tersebut menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali, walau sebenarnya tidak ada satupun yang dapat membuatnya nyaman ditempat ini. Diujung terdapat tumpukan-tumpukan batu yang dibentuk sedemikian rupa menyerupai panggung, tempat itu digunakannya untuk tidur, yap, tempat tidur lebih tepatnya. Ada beberapa benda lainnya yang dijadikan sebagai peralatan untuk memenuhi kebutuhannya. Herannya, si Manusia tidak dapat merasakan haus dan lapar, ia tidak pernah merasa dingin maupun panas. Ia tidak dapat mengetahui sekarang ini siang atau malam. Yang ia tahu disaat lelah maka ia butuh tidur. Wujud rupanya yang sekarang ini pun tidak ia ketahui karna tidak ada benda yang dapat memantulkan bayangan dirinya.
Ditempat yang lain, seorang gadis sedang menulis. Bersantai diatas karpet berwarna merah maroon, warna favoritnya. Menikmati secangkir coklat panas ditemani hujan yang cukup deras namun membuatnya nyaman. Diseruputnya coklat itu perlahan. Sesekali memandang lepas kearah jendela jauh keluar keatas langit yang mendung beserta imajinasi-imajinasinya yang luar biasa lalu menumpahkan segala pikirannya kedalam buku dan menulisnya dengan pensil membuat segala yang telah ia goreskan menjadi lebih fantastik. Gantungan diatas jendela berbentuk lumba-lumba beserta bintang yang menggantung serta bunyi-bunyian yang dapat memecah sepi. Si gadis melanjutkan menulisnya lebih dalam.
Si Manusia dengan rambut berantakan yang gondrong, kumis-kumisnya juga tumbuh dengan lebat sehingga menutupi hampir sebagian wajah. Berjongkok, sambil menulis, menggambarkan segalanya yang ia rasakan sekarang ini, yaitu kesepian. Coretan-coretan di dinding gua, goresan-goresan dari kawat yang ia temukan. Terkadang ia membuat gambaran-gambaran cerita yang beruntut tentang kehidupannya sebelum ini di tanah yang lalu dihapus sampai diulanginya lagi menggambar cerita-cerita lainnya.
Kembali ke dunia si gadis dengan cangkir yang sudah kosong. Ia melihat jam, perutnya mulai terasa lapar. Ia menutup bukunya lalu mengambil payung berjalan keluar menuju angkringan didekat rumah untuk membeli makanan. Dengan ditutup sebuah buku, imjinasinya berhenti sesaat.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

TIPS MENJAGA HUBUNGAN TETAP ADEM AYEM SAAT JARAK MEMISAHKAN KAMU DENGAN PACAR

Hei hei hei ... Udah lama nih nggak nulis dan berbagi. Daaaan sekarang waktunya untuk berbagi. Seperti biasa, ini tentang cerita dan tips berdasarkan pengalam pribadi. Nah, permasalahan yang sekarang ini sedang dialami adalah LDR (Long Distance Relationship). Jadi, disini mau bagi tips buat kalian yang juga sedang berjuang mempertahankan hubungan dengan si pacar walau jarak memisahkan. Ini bakal share hal-hal yang berhasil aja, siapa tau trik itu juga berhasil buat kalian. Sooooo this is ..  TIPS MENJAGA HUBUNGAN TETAP ADEM AYEM SAAT JARAK MEMISAHKAN KAMU DENGAN SI DOI  1.        Atur waktu untuk kerja, main, dan telepon pacar Dikarenakan komunikasi adalah hal terpenting dalam menjalin sebuah hubungan, jadi penting banget buat kamu untuk mengatur waktu. Buat aku, penting banget ceritain jadwal aku dalam satu hari bakal ngapain aja. Misal nih, pagi sampai sore kerja, pulang kerja nongkrong sama temen, baru pulang ke rumah jam 9 malam. Lalu di sisa hari ak

Tidak Terlalu Beruntung

Kamu pasti pernah mengalami kejadian tidak terduga. Seperti halnya sedang berada dihalte bus tiba-tiba mengalami masalah pada perut, didalam bus tidak dapat tempat duduk, sampai macet 15 menit berasa seperti kemarau tanpa akhir. Nah aku mau share sebuah cerita, yang sebagian dari cerita ini aku alami sendiri dan sebagian lagi adalah hiperbola.  Langsung aja, yuk!  Perutku semakin terasa sakit, tapi di shelter ini tidak ada toilet. Aku hanya perlu menunggu sampai Trans-bus datang lalu berhenti di terminal Jombor. Aku akan pergi ke toilet disana. Aku hanya perlu tenang dan jangan panik. Butuh waktu 30 menit untuk sampai di terminal Jombor dari shelter ini, itu pun belum aku hitung waktu transitnya disetiap shelter. Sepertinya bulir-bulir keringat semakin banyak yang keluar di dahiku. Aku lihat jarum jam ditanganku tidaklah bergeser sedikitpun, satu menit terasa lama. Aku perlu mengalihkan sakit ini. Aku buka smartphone dan memakai headset kemudian  memainkan lagu-lagu yang bi

Cuplikan Hanna

Kursi yang usianya lebih tua dariku menjadi saksi cerita yang pernah terjadi dikamar ini, semuanya. Aku ingat, pertamakalinya aku mengizinkan Rob masuk kamar ini, usiaku masih 6 tahun saat itu. Kata pertama yang ia keluarkan adalah “wah” ia terkagum karena kamarku rapih dan penuh dengan gambar tokoh kartun favoritku serta background berwarna merah muda dikamar ini. Menurutnya kamarku benar-benar menakjubkan. Untuk membangun kamar penuh dengan gambar serta atribut lainnya yang bertemakan kartun, tentu saja aku dibantu oleh kedua orangtuaku, tak lupa kakek nenek juga ikut memberikan boneka setiap hari ulang tahunku. Aku beritahu sekali lagi, masa kecilku adalah masa yang paling menyenangkan dan yang paling aku suka. Perlahan lamunanku akan masa kecil memudar. Aku mengulangi lagi kejadian dilapangan, Rob bersama perempuan itu. Aku menghela napas, berjalan menuju kursi tua yang berada didekat jendela dan melihat keluar sana. Diujung jalan, tepatnya dipersimpangan, terdapat tiang listrik